Kekhalifahan Umayyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari
Dinasti Umayyah)
Bani Umayyah (
bahasa Arab:
بنو أمية,
Banu Umayyah,
Dinasti Umayyah) atau
Kekhalifahan Umayyah, adalah
kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari
661 sampai
750 di
Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di
Damaskus) ; serta dari
756 sampai
1031 di
Kordoba,
Spanyol sebagai
Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa Keemasan
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan
Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya
Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang
Madinah membaiat
Hasan bin Ali
namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang
pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya
Utsman bin Affan,
pertempuran Shiffin,
perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang
Khawarij dan
Syi'ah,
[rujukan?] dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukan
Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah
Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan
Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota
Bizantium,
Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah
Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai
Oxus dan berhasil menundukkan
Balkanabad,
Bukhara,
Khawarizm,
Ferghana dan
Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan menguasai
Balukhistan,
Sind dan daerah
Punjab sampai ke
Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman
Al-Walid bin Abdul-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya
yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi
militer dari
Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah
Aljazair dan
Maroko dapat ditundukan,
Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan
Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko (magrib) dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota
Spanyol,
Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti
Seville,
Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan
Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman
Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke
Perancis melalui pegunungan
Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh
Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeaux,
Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang
Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota
Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke
Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (
mediterania) juga jatuh ke tangan
Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun
barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat
luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol,
Afrika Utara,
Syria,
Palestina,
Jazirah Arab,
Irak, sebagian
Asia Kecil,
Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut
Pakistan,
Turkmenistan,
Uzbekistan, dan
Kirgistan di
Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan
dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin
Marwan mengubah mata uang
Bizantium dan
Persia
yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia
mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan
tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan
bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini
dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang
cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya,
pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti
bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin
Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat
monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika
dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap
anaknya, yaitu
Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di
Persia dan
Bizantium, istilah
khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana
khalifah Allah dalam pengertian
penguasa yang diangkat oleh
Allah.
Dan kemudian
Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan
Hasan bin Ali
ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian
kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi
pengangkatan anaknya
Yazid bin Muawiyah
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa
kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur
Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali
Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan
Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum
Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di
Madinah,
Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa
Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang
tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan
Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di
Karbala sebuah daerah di dekat
Kufah.
Kelompok
Syi'ah sendiri bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin oleh
Al-Mukhtar di
Kufah
pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi)
mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam
bukan
Arab, berasal dari
Persia,
Armenia
dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga
negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh
Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai
khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak
berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di
Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung
Madinah dan
Mekkah.
Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun,
peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat
dan tentara Bani Umayyah kembali ke
Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan
Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh
Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok
Khawarij dan
Syi'ah
juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan
Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah
kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar
Asia Tengah) dan wilayah
Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan
Spanyol (
Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul-Aziz
(717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan
memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah
Islam
agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana
pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat,
kedudukan
mawali disejajarkan dengan muslim
Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan
Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Penurunan
Sepeninggal
Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh
Yazid bin Abdul-Malik
(720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan
kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang
dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi
terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan
dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut
hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya,
Hisyam bin Abdul-Malik
(724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian
hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan
itu berasal dari kalangan
Bani Hasyim
yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin
Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi,
karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil
dipadamkannya.
Setelah
Hisyam bin Abdul-Malik
wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan
hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat
golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah
digulingkan oleh
Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana
Marwan bin Muhammad,
khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke
Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian
Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur
(Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era
baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
Bani Umayyah di Andalus
Al-Andalus atau (kawasan
Spanyol dan
Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat
Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah,
Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai
Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.
Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh
Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan
Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan
Sidonia,
Karmona,
Seville, dan
Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan
Goth,
Theodomir di
Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di
Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari
Zaragoza sampai
Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan
Pirenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada
Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada
Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota
Bordeaux,
Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota
Tours, di kota ini ia ditahan oleh
Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan
Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke
Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke
Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang
Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan
terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu
penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut
oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama
lain, Yahudi. Penganut agama
Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama
Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama
disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi
pada masa pemerintahan Raja
Roderic, Raja
Goth terakhir yang dikalahkan pasukan
Muslimin. Awal kehancuran kerajaan
Visigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari
Seville ke
Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari
Oppas dan
Achila, kakak dan anak
Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke
Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu
Julian, mantan penguasa wilayah
Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat
Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara
Islam lainnya adalah bahwa tentara
Roderic
yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai
semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari
tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh
percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran
Islam
yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan
tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum
muslimin itu menyebabkan penduduk
Spanyol menyambut kehadiran
Islam di sana.
Genealogi Bani Umayyah
[2] Catatan:
- k. merupakan tahun kekuasaan
Kronologi Bani Ummayyah
Kekhalifahan Utama di Damaskus
- Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
- Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
- Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
- Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
- Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
- Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
- Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
- Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
- Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
- Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
- Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
- Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
- Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
- Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
- Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M
Keamiran di Kordoba
Kekhalifahan di Kordoba
- Abdur-rahman III, 929-961
- Al-Hakam II, 961-976
- Hisyam II, 976-1008
- Muhammad II, 1008-1009
- Sulaiman, 1009-1010
- Hisyam II, 1010-1012
- Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
- Abdur-rahman IV, 1021-1022
- Abdur-rahman V, 1022-1023
- Muhammad III, 1023-1024
- Hisyam III, 1027-1031
Referensi
Buku Pedoman
- Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
- Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
- Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
- Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
- Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.